Di suatu malam, umar bin khattab yang di temani seorang
pengawalnya yang melakukan sidak dengan berjallan kaki. Di sebuah rumah yang
cukup gelap, Umar mendengar suara tangisan seorang perempuan. Umarpun berusaha
mendekati sumber tangisan itu untuk
mengetahui secara pasti apa yang sedang terjadi.
“Wahai ibu, apakah yang menjadikanmu menangis di tengah
malam seperti ini?’ tanya umar. Perempuan itupun menjawab, “Sudah dari tadi anak saya menangis karena lapar,
sementara tak sebiji gandumpun yang saya punya. Dan, sekarang mereka tertidur
karena sudah terlalu lama menunggu makanan, “jawabnya sambil terus menyeka air matanya.
Melihat tungku menyala, Umar bertanya, “Apa yang sedang ibu
rebusitu?” Sang perempuan menjawab. “itu batu, bukan makanan. Setiap
anak-anakku meminta makanan, saya katakan sebentar lagi nak, makanannya belum
matang. Itu terpaksa aku lakukan, supaya anakku terhibur dan bisa tidur di
malam ini.”
Mendengar jawaban sang ibu, Umarpun pamit dan bergegas
menuju baitul mal. Sampai di baitul mal, umar mengambil sekarung gandum dan
memikulnya sendiri. Melihat sang khalifah memikul gandum, pengawalnya berusaha
memberikan tawaran kepada umar agar gandum itu di berikan kepadanya. Dengan singkat umar menjawab, “Apa
kamu sanggup memikul dosa-dosaku di akhirat nanti.”
Itulah sekelumit perjalanan Umar, khalifah ke dua yang penuh
inspirasi dan tetap terkenang sepanjang sejarah. Gagah berani di medan pertempuran,
lemah lembut terhadap istri dan anak-anak, serta penuh kasih sayang terhadap
seluruh rakyatnya.
Jangankan manusia, dalam suatu riwayat umar pernah berkata,
“kalau ada kambing yang terperosok lalu mati di sebabkan jalan yang rusak,
Umarlah yang bertanggung jawab dunia akhirat!”
Demikianlah pemimpinyang ber nurani. Sosoknya senatiasa
mengutamakan rakyatnya daripada diri dan kepentingan kelompoknya. Bukan saja
manusiannya, tetapi seluruh aset rakyatnya, termasuk binatang ternak, sawah,
dan ladangnya.
Nurani seorang pemimpin mendorong jiwa raganya untuk
bergerak memperjuangkan hak-hak rakyatnya, khususnya rakyat yang hidup dalam
keadaan serba kesusahan. Siang dan malam di gunakan sepenuhnya untuk bisa
membebaskan rakyatnya dari kemiskinan, kebodohan, dan penjajahan.
Apabila pemimpin bernurani akan selalu di cintai, di
rindukan kehadirannya makasebaliknya, pemimpin yang tidak bernurani akan selalu
di benci oleh seluruh umat manusia, bahkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Pemimpin yang tidak memperhatikan nasib rakyatnya dengan
sungguh-sungguh, suka berbelanja dengan uang rakyat, bermegah-megahan, sering
kenyang lebih dahulu dan menangis belakangan, itulah pemimpin yang suka
berdustayang telah membeku nuraninya.
Terhadap pemimpin seperti itu, al-qur’an memberi peringatankeras
bahwa siapa saja yang mengaku beriman tetapi tidak peduli terhadapderita kaum
papa, maka mereka itu adalah orang yang termasuk kelompok pendusta agama.
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang
yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin.
“(QS al-Ma’un [107]: 1-3).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar